Translate

Kamis, 27 Desember 2012

Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Hirschsprung (megakolon/aganglionic congenital)



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Penyakit Hirschsprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.
Penyakit Hirschsprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion. Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkay kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Insidens keseluruhan dari penyakit Hirschsprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit Hirschsprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler. Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan konstipasi faktor penyebab penyakit Hirschsprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor lingkungan.
Oleh karena itu, penyakit Hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum, manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan pembedahan dan colostomi.
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana konsep penyakit Hirschsprung ?
2.      Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit Hirschsprung ?
C.    Tujuan penulisan
1.      Untuk mengetahui konsep penyakit Hirschsprung
2.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit Hirschsprung

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Definisi
1.      Hirschsprung (megakolon/aganglionic congenital) adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidakadekuatan motilitas sebagian usus (Wong, 1996).
2.      Hirschsprung merupakan tidak ada atau kecilnya sel saraf ganglion parasimpatik pada pleksus meinterikus dari kolon distalis,    1986). Daerah yang terkena dikenal sebagai segmen aganglionik (Catzel & Robert, 1992).


B.     Etiologi
Penyebab tidak diketahui, tetapi ada hubungan dengan kondisi genetic (Amiel, 2001). Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung familiar (Edery, 1994). Gen lain yang berhubungan dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan dari factor gen, dari factor gen endhotelin-B, dan gen endothelin -3 (Marches, 2008). Penyakit Hirschprung juga terkait dengan Down syndrome, sekitar 5-15% dari pasien dengan penyakit Hirschprung juga memiliki trisomi 21 (Rogers, 2001).


C.    Tipe Hirschsprung
Menurut staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1996). Hirschsprung dibedakan sesuai dengan panjang segmen yang terkena, hirschsprung dibedakan menjadi dua tipe berikut :
1.      Segmen Pendek
Segmen pendek aganglionisis mulai dari anus sampai sigmoid,terjadi pada sekitar 70% kasus penyakit Hirschsprung dan tipe ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan anak perempuan. Pada tipe segmen pendek yang umum, insidennya 5 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan wanita dan kesempatan saudara laki-laki dari penderita anak untuk mengalami penyakit ini adalah 1 dari 20 (Sacharin, 1986)
2.      Segmen Panjang
Daerah aganglionisis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat mengenai seluruh kolon atau sampai usus halus. Laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan jenis kelamin (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1996: Sacharin, 1986).

D.    Manifestasi Klinis
Obstipasi (sembelit) merupakan tanda utama pada Hirschsprung, dan pada bayi baru lahir dapat merupakan gejala obstruksi akut. Tiga tanda (Trias) yng sering ditemukan meliputi mekonium yang terlambat keluar (lebih dari 24 jam), perut kembung, muntah berwarna hijau. Pada neonatus, kemungkinan ada riwayat keterlambatan keluarnya mekonium selama 3 hari dan bahkan lebih mungkin menandakan terdapat obstruksi rektum dengan distensi abdomen progresif dan muntah, sedangkan pada anak yang lebih besar kadang-kadang ditemukan keluhan adanya diare atau enterokolitis kronik yang lebih menonjol daripada tanda-tanda obstipasi (sembelit).
Terjadinya diare yang berganti-ganti dengan konstipasi merupakan hal yang tidak lazim. Apabila disertai dengan komplikasi enterokolitis, anak akan mengeluarkan feses yang besar dan mengandung darah serta sangat berbau dan terdapat peristaltik dan bising usus yang nyata. Sebagian besar tanda dapat ditemukan pada minggu pertama kehidupan, sedangkan yang lain ditemukan sebagai kasus konstipasi kronik dengan tingkat keparahan yang meningkat sesuai dengan pertambahan umur anak. Pada anak lebih tua biasanya terdapat konstipasi kronik disertai anoreksia dan kegagalan pertumbuhan.



 














E.     Patofisiologi
Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat berjalan disepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltic). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschprung ganglion / pleksus yang memerintahkan gerakan peristaltic tidak ada,  biasanya hanya sepenjang beberapa sentimetir. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltic tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna sehingga terjadi penyumbatan (Dasgupta, 2004).
Dengan kondisi tidaka adanya ganglion, maka akan memberikan manisfestasi gangguan atau tidak adanya peristalsis sehingga akan terjadi tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain itu sfingter rectum tidak dapat berelaksasi secara optimal, kondisi ini dapat mencegah keluarnya feses secara normal. Isi usus kemudian terdorong ke segmen aganglionik dan terjadi akumulasi feses di daerah tersebut sehingga memberikan manifestasi dilatasi usus pada bagian proksimal.
Kondisi penyakit Hisrchsprung memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien dan memberikan implikasi pada penderita asuhan keperawatan.
F.     Pemeriksaan penunjang
1.      Pemeriksaan kolok dubur
Pada penderita Hisrchsprung, pemeriksaan colok anus sangat penting untuk dilakukan. Saat pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan karena lumen rectum yang sempit. Pada saat ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mukonium (feses) yang menyemprot.
2.      Pemeriksaan lain :
a)      Foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
b)      Pemeriksaan radiologis akan memperlihatkan kelainan pada kolon setelah enema barium. Radiografi biasa akan memperlihatkan dilatasi dari kolon diatas segmen aganglionik
c)      Biopsy rectal dilakukan dengan anastesi umum, hal ini melibatkan diperolehnya sampel lapisan otot rectum untuk pemeriksaan adanya sel ganglion dari pleksus Aurbach (biopsy) yang lebih superficial untuk memperoleh mukosa dan submukosa bagi pemeriksaan pleksus meissner.
d)     Manometri anorektal merupakan uji dengan suatu balon yang ditempatkan dalam rectum dan dikembangkan. Secara normal, dikembangkannya balon akan menghambat sfingter ani interna. Efek inhibisi pada penyakit Hisrchsprung tidak ada jika dan jika balon berada dalam balon aganglionik, dapat diidentifikasi gelombang rectal yang abnormal. Uji ini efektif dilakukan pada masa neonatus karena dapat diperoleh hasil baik positif palsu ataupun negative palsu.
G.    Penatalaksanaan
Setelah ditemukan kelainan histologik dari Hisrchsprung, selanjutnya mulai dikenal teknik operasi yang rasional untuk penyakit ini. Tindakan definitive bertujuan  menghilangkan hambatan pada segmen usus yang menyempit.
1.      Tindakan konservatif adalah tindakan darurat untuk menghilangkan tanda-tanda obstruksi rendah dengan jalan memasang anal tube dengan atau tanpa disertai pembilasan air garam hangat secara teratur. Air tidak boleh digunakan karena bahaya absorpsi air mengarah pada intoksikasi air, hal ini disebabkan karena difusi cepat dari usus yang mengalami dialatasi air ke dalam sirkulasi (Sacharin,1986). Penatalaksanaan dari gejala obstipasi dan mencegah enterokolitis dapat dilakukan dengan bilas kolon mengunakan garam faal. Cara ini efektif dilakukan pada Hisrchsprung tipe segmen pendek-untuk tujuan yang sama juga dapat dilakukan dengan tindakan kolostomi didaerah ganglioner.
2.      Membuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontiuitas usus dapat dikerjakan dengan satu atau dua tahap. Teknik ini disebut
a.       operasi definitive yang dapat dikerjakan bila berat badan bayi sudah cukup (lebih dari 9 kg). tindakan konservatif ini sebenarnya akan mengaburkan gambaran pemeriksaan barium enema yang dibuat kemudian.
3.      Kolostomi merupakan tindakan operasi darurat untuk menghilangkan gejala obstruksi usus, sambil menunggu dan memperbaiki keadaan umum penderita sebelum operasi definitive. Berikan dukungan pada orang tua. Karena kolostomi sementara sukar diterima. Orang tua harus belajar bagaimana merawat anak dengan kolostomi, obsevasi apa yang perlu dilakukan, bagaimana membersihkan stoma, dan bagaimana menggunakan kantong kolostomi.
4.      Intervensi bedah terdiri atas pengangkatan segmen usus aganglionik yang mengalami osbtruksi. Pembedahan rektosimoidektomi dilakukan dengan teknik pull-through dan dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua, dan Tahap ketiga rektosigmoidoskopi didahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi ditutup dalam prosedur tahap kedua. Pull-through (Swenson,renbein dan Duhamel) yaitu jenis pembedahan dengan mereksesi segmen yang menyempit dan menarik usus sehat ke arah anus.
a.       Operasi Swenson dilakukan dengan teknik anastomosis intususepsi ujung ke ujung usus aganglionik  dan ganglionik melalui anus dan reseksi serta anastomosis sepanjang garis bertitik-titik. Secara lebih spesifik prosedur Duhamel dilakukan dilakukan dengan cara menaikan kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubang aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang telah ditarik.
b.      operasi soave dilakukan dengan cara mukosa diangkat, bagian muscular usus yang aganglionik ditinggalkan dan usus ganglionik didorong sampai menggantung dari anus. Cara Duhamel dan Soave bagian distal rectum tidak dikeluarkan sebab merupakan pase operasi yang sukar dikerjakan, anastomosis koloanal dibuat secara tarik terobos (Pull through).
5.      Persiapan prabedah rutin antara lain Lavase kolon, antibiotic, infus intravena, dan pemasangan Tuba nasogastrik, sedangkan penatalaksanaan perawatan pasca bedah terdiri atas perawatan luka, perawatan kolostomi, observasi, terhadap distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis, ileus paralitik, dan peningakatan suhu.
6.      Selain melakukan persiapan serta penatalaksanaan pasca bedah, perawat juga perlu memberikan dukungan pada orang tua, karena orang tua harus belajar bagaimana merawat anak dengan suatu kolostomi, mengobservasi apa yang harus dilakukan, bagaimana membersihkan stoma, dan bagaimana menggunakan kantong kolostomi.

7.         HOME CARE HIRSCHSPRUNG
Perencanaan pulang dan perawatan di rumah :
1.      Ajarkan pada orang tua untuk memantau adanya tanda dan gejala komplikasi jangka panjang yaitu :
a.       Stenosis dan konstriksi
b.      Inkontinesia
c.       Pengosongan usus yang tidak adekuat
2.      Ajarkan tentang perawatan kolostomi pada orang tua dan anak
a.        Persiapan kulit
b.      Penggunaan alat kolostomi
c.       Komplikasi stoma ( perdarahan, gagal devekasi, diare, prolaps, feses seperti pita).
d.      Perawatan dan pembersihan alat kolostomi.
e.       Irigasi kolostomi
3.      Beri dan kuatkan informasi-informasi tentang pelaksanaan diet.
a.       Makanan rendah sisa
b.      Masukan cairan tanpa batas
c.       Tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit atau dehidrasi
4.      Dorong orang tua dan anak untuk mengekspresikan perasaannya tentang kolostomi.
a.       Tampilan
b.      Bau
c.        Ketidaksesuaian antara anak mereka dan anak ideal
5.      Rujuk ke prosedur institusi spesifik untuk informasi yang dapat diberikan pada orang tua tentang perawatan rumah.
8. WOC Hirschsprung




ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIRSCHSPRUNG
A.    Pengkajian.
1.      Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.  Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
B.     Riwayat Keperawatan.
1.      Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
2.      Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.
3.      Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.
4.      Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
C.    Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada survey umum terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi dan takikardi dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya perforasi. Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau sepsis.
Pada pemeriksaan fisik focus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum akan didapatkan :
Inspeksi     : Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan rectum dan fese akan didapatkan adanya perubahan feses seperti pita dan berbau busuk.
Auskultasi : pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut dengan hilangnya bisng usus.
Perkusi        : Timpani akibat abdominal mengalami kembung.
Palpasi        : Teraba dilatasi kolon abdominal.
1.      Sistem kardiovaskuler.
Takikardia.
2.      Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
3.       Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
4.      Sistem saraf.
Tidak ada kelainan.
5.      Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman : nyeri
6.      Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
7.      Sistem integumen.
Akral hangat, hipertermi
8.      Sistem pendengaran.
Tidak ada kelainan.
D.    Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
1.      Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
2.      Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
3.      Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
4.      Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
5.      Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
E.     Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
  1. Risiko konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder, obstruksi mekanik 
  2. Risiko ketidakseimbangan volume cairan/elektrolit  tubuh berhubungan dengan keluar cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal.
  3.  Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding intestinal sekunder dari kondisi obtruksi usus
  4.  Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen, iritasi intestinal, respon pembedahan
  5.  Risiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan penurunan volume darah, sekunder dari absorpsi saluran intestinal, muntah-muntah.
  6.  Risiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang adekuat.
  7.  Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan
  8.  Pemenuhan informasi berhubungan dengan adanya kolostomi, evaluasi diagnostic, rencana pembedahan, dan rencana perawatan rumah.
  9.  Risiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan perubahan kondisi psikososial anak selama dirawat sekunder dari kondisi sakit.
  10.  Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit, miniterpretasi informasi, rencana pembedahan
F.     Analisa Data
Data
Etiologi
Masalah keperawatan
Ds : anak terus rewel

Do : konstipasi, tidak ada mekonium > 24-48 jam pertama, kembung, distensi abdomen, peristaltic menurun
Segment pendek/ segment panjang


 
Peristaltic dalam segment


 
Obstruksi kolon
Risiko konstipasi
Ds : tidak mau minum, rewel

Do : mukosa mulut kering, ubun-ubun dan mata cekung, turgor kulit kurang elastic
Mual, muntah, kembung


 
anorexia
 

Intake nutrisi tidak adekuat


 
Kehilangan cairan dan elektrolit
Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh
Ds : rewel dan merasa kurang nyaman akibat kolostomi

Do : BAB melalui kolostomi
Intervensi pembedahan


 
Kerusakan jaringan pasca pembedahan
Risiko injuri
Ds : pasien merasa demam

Do : hipertermi (suhu 38o C)

Obstruksi kolon proksimal


 
Intervensi pembedahan


 
Kerusakan jaringan pasca pembedahan
Risiko infeksi


G.    Diagnosa keperawatan prioritas
Pre Operasi
  1. Risiko konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder, obstruksi mekanik
  2.  Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh berhubungan dengan keluar cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal.
Post Operasi
  1. Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding intestinal sekunder dari kondisi obtruksi usus
  2.  Resiko infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.






H.      Intervensi keperawatan
Diagnosa keperawatan
Tujuan dan Kriteri hasil
Intervensi
Rasional

1.   Risiko konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder, obstruksi mekanik

Tujuan : pola BAB  normal

Kriteria hasil : pasien tidak mengalami konstipasi,pasien mempertahankan defekasi setiap hari
1.      Observasi bising usus dan periksa adanya distensi abdomen pasien. Pantau dan catat frekuensi dan karakteristik feses.
2.      Catat asupan haluaran secara akurat

3.      Dorong pasien untuk mengonsumsi cairan 2,5 L setiap hari, bila tidak ada kontraindikasikan
4.      Lakukan program defekasi. Letakkan pasien di atas pispot atau commode pada saat tertentu setiap hari, sedekat mungkin kewaktu biasa defekasi (bila diketahui)
5.      Berikan laksatif, enema atau supositoria sesuai instruksi.
1.      Untuk menyusun rencana penanganan yang efektif dalam mencegah konstipasi dan impaksi fekal
2.      Untuk meyakinkan terapi penggantian cairan yang adekuat.
3.      Untuk meningkatkan terapi penggantian cairan dan hidrasi
4.      Untuk membantu adaptasi terhadap fungsi fisiologis normal.


5.      Untuk meningkatkan eliminasi feses padat atau gas dari saluran pencernaan, pantai keefektifannya.

2.   Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh berhubungan dengan keluar cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal.

Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi,

Kriteria hasil : turgor kulit elastic dan normal, CRT < 3 detik
1.      Timbang berat badan pasien setiap hari sebelum sarapan
2.      Ukur asupan cairan dan haluaran urine untuk mendapatkan status cairan
3.      Pantai berat jenis urin


4.      Periksa membrane mukosa mulut setiap hari

5.      Tentukan cairan apa yang disukai pasien dan simpan cairan tersebut disamping tempat tidur pasien, sesuai instruksi.
6.      Pantau kadar elektrolit serum
1.      Untuk membantu mendeteksi perubahan keseimbangan cairan
2.      Penurunan asupan atau peningkatan haluaran mengakibatkan deficit cairan
3.      Peningkatan berat jenis urin mengindikasikan dehidrasi. Berat jenis urin rendah mengindikasikan kelebihan volume cairan.
4.      Membrane mukosa kering merupakan suatu indikasi dehidrasi.
5.      Untuk meningkatkan asupan.


6.      Perubahan nilai elektrolit dapat menandakan awitan ketidak seimbangan cairan

3.   Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding intestinal sekunder dari kondisi obtruksi usus


Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam pascaintervensi reseksi kolon pasien tidak mengalami injuri
Kriteria hasil : TTV dalam batas normal,(RR : 16-24 x/menit,Suhu : 36oC-37oC,N : 60-100 x/menit, TD : 120/70 mmHg),  Kardiorespirasi optimal, Tidak terjadi infeksi pada insisi
1.      Observasi  faktor-faktor yang meningkatkan resiko injuri

2.      Monitor tanda dan gejala perforasi atau peritonitis











3.      Lakukan pemasangan selang nasogastrik






4.      Monitor adanya komplikasi pascabedah




5.      Pertahankan status hemodinamik yang optimal

6.      Bantu ambulasi dini


7.      Hadirkan orang terdekat





8.      Kolaborasi pemberian antibiotik pascabedah


1.      Pascabedah terdapat resiko rekuren dari hernia umbilikalis akibat peningkatan tekanan intra abdomen
2.      Perawat yang mengantisipasi resiko terjadinya perforasi atau peritonitis. Tanda gejala yang penting adalah anak rewel tiba-tiba dan tidak bisa dibujuk atau diam oleh orangtua atau perawat, muntah-muntah, peningkatan suhu tubuh dan hilangnya bising usus. Adanya pengeluaran pada anus yang berupa cairan feses yang bercampur darah merupakan tanda klinik penting bahwa telah terjadi perforasi.semua perubahan yang terjadi didokumentasikan oleh perawat dan laporkan pada dokter yang merawat.
3.      Tujuan memasang selang nasogastrik adalah intervensi dekompresi akibat respon dilatasi dan kolon obstruksi dari kolon aganglionik. Apabila tindakan dekompresiini optimal, maka akan menurunkan distensi abdominal yang menjadi penyebab utama nyeri abdominal pada pasien hirschsprung.
4.      Perawat memonitor adanya komplikasi pascabedah seperti mencret atau ikontinensia fekal, kebocoran anastomosis,formasi striktur, obstruksi usus, dan enterokolitis. Secara kondisi
5.       Pasien akan mendapatkan cairan intravena sebagai pemeliharaan status hemodinamik
6.      Pasien dibantu turun dari tempat tidur pada hari pertama pascaoperatif dan didorong untuk mulai berpartisipasi dalam ambulasi dini.
7.      Pada anak menghadirkan orang terdekat dapat menpengaruhi penurunan respon nyeri. Sedangkan pada dewasa merupakan tambahan dukungan psikologis dalam menghadapi masalah kondisi nyeri baik akibat dari kolik abnomen atau nyeri pascabedah.
8.      Antibiotik menurunkan resiko infeksi yang akan menimbulkan reaksi inflamasi lokal dan dapat memperlama proses penyembuhan pascafunduplikasi lambung

4.    Risiko infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.



Tujuan : suhu dalam keadaan normal (36-37o C)

kriteria hasil : suhu dalam rentang normal, tidak ada pathogen yang terlihat dalam kultur, luka dan insisi terlihat bersih, merah muda, dan bebas dari drainase purulen.
1.      Minimalkan risiko infeksi pasien dengan :
a.       Mencuci tangan sebelum dan setelah memberikan perawatan
b.      menggunakan sarung tangan untuk mempertahankan asepsis pada saat memberikan perawatan langsung
2.      Observasi  suhu minimal setiap 4 jamdan catat pada kertas grafik. Laporkan evaluasi kerja.

1.a. mencuci tangan adalah satu-satunya cara terbaik untuk mencegah penularan pathogen.
1.b. sarung tangan dapat melindungi tangan pada saat memegang luka yang dibalut atau melakukan berbagai tindakan.
2.      Suhu yang terus meningkat setelah pembedahan dapat merupakan tanda awitan komplikasi pulmonal, infeksi luka atau dehisens

I.       Implementasi dan Evaluasi keperawatan
No. diagnosa kep.
Implementasi
TTD
Evaluasi
1
1.      mengobservasi bising usus dan periksa adanya distensi abdomen pasien. Pantau dan catat frekuensi dan karakteristik feses.
2.      mencatat asupan haluaran secara akurat
3.      mendorong pasien untuk mengonsumsi cairan 2,5 L setiap hari, bila tidak ada kontraindikasikan
4.      melakukan program defekasi. Letakkan pasien di atas pispot atau commode pada saat tertentu setiap hari, sedekat mungkin kewaktu biasa defekasi (bila diketahui)
5.      memberikan laksatif, enema atau supositoria sesuai instruksi.

S : pasien tidak rewel lagi
O : konstipasi berkurang, tidak ada distensi abdomen, peristaltic meningkat, kembung berkurang
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
2
1.      menimbang berat badan pasien setiap hari sebelum sarapan
2.      mengukur asupan cairan dan haluaran urine untuk mendapatkan status cairan
3.      memantai berat jenis urin
4.      memeriksa membrane mukosa mulut setiap hari
5.      menentukan cairan apa yang disukai pasien dan simpan cairan tersebut disamping tempat tidur pasien, sesuai instruksi.
6.      memantau kadar elektrolit serum

S : pasien tidak merasa haus, tidak rewel lagi
O : turgor kulit baik dan normal, mukosa mulut tidak kering
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
3
1.      mengobservasi faktor-faktor yang meningkatkan resiko injuri
2.      memonitor tanda dan gejala perforasi atau peritonitis
3.      melakukan pemasangan selang nasogastrik
4.      memonitor adanya komplikasi pascabedah
5.      mempertahankan status hemodinamik yang optimal
6.      membantu ambulasi dini
7.      menghadirkan orang terdekat
8.      melakukan kolaborasi pemberian antibiotik pascabedah

S : rewel pasien berkurang dan mulai nyaman dengan terpasangnnya kolostomi
O : terpasang kolostomi
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
4
1.      meminimalkan risiko infeksi pasien dengan :
c.       Mencuci tangan sebelum dan setelah memberikan perawatan
a.       menggunakan sarung tangan untuk mempertahankan asepsis pada saat memberikan perawatan langsung
2.      mengobservasi suhu minimal setiap 4 jamdan catat pada kertas grafik. Laporkan evaluasi kerja

S : pasien tidak meriang lagi
O : Suhu normal (36-37o C)
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan





BAB III
PENUTUP
A.    kesimpulan
Hirschsprung disebut juga dengan megakolon congenital, merupakan kelainan ditemukan sebagai salah satu penyebab obstruksi usus pada neonatus. Pada kasus Hirschsprung tidak ditemukan pleksus mientorik atau pleksus di lapisan otot dinding usus,(plexus myentericus = Aurebach) akibatnya bagian usus yang terkena tidak dapat mengembang.
Masalah setelah pembedahan yang dapat ditemukan adalah enterokolitis berulang,struktur prolaps, abses perianal, dan pengotoran feses.
Obstipasi (sembelit) merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir dapat merupakan gejala obstruksi akut. Tiga tanda (trias) yang sering ditemukan meliputi mekonium yang terlambat keluar (lebih dari 24 jam). Perut kembung dan muntah berwarna hijau. Pada neonatus kemungkinan ada riwayat keterlambatan keluarnya mekonium selama 3 hari atau bahkan lebih
B.     Saran
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna dan kurang lengkap, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapakan.






Daftar pustaka

http://medicastore.com/penyakit/903/Penyakit_Hirschprung.html. di download pada hari kamis 10 mei 2012 jam 13.40.
Mutaqin, Arif dan Kumala Sari.2011.Gangguan Gastrointestinal, Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : Salemba Medika.
Nugroho, Taufan.2011.Asuhan Keperawatan Maternitas,Anak, Bedah dan Penyakit Dalam.Yogyakarta : Nuha Medika.
Sodikin.2011.Asuhan Keperawatan Anak, Gangguan Sistem Gastronintestinal dan Hepatobilier.Jakarta : Salemba Medika.
Taylor, M. Cynthia, Sheila Sparks Ralph.2010.Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan Edisi : 10.Jakarta : EGC.

 


1 komentar:

  1. This is the most interesting information and fit into our topic. I want to share it with my friends obat hisprung Thankyou

    BalasHapus